Hari sabtu (1/2/2014) kemarin, tertulis berita di Detikoto.com bahwa Polisi Tilang Moge Police di Jalan Layang Non Tol(disini). Dalam berita tersebut di sebutkan bahwa oknum pengendara moge tersebut melintasi JLNT yang dikhususkan hanya untuk mobil dan akhirnya ditilang oleh pihak kepolisian lalu lintas. Selain kejadian tersebut, masih banyak kejadian - kejadian lainnya yang melibatkan tingkah polah pengendara motor gede yang menjadi sorotan oleh masyarakat umum. Beberapa waktu silam (28/11/2012), di Kediri, Jawa Timur beberapa pengendara moge berkonvoi menggunakan sirine dan lampu strobo tanpa pengawalan aparat serta melakukan pelanggaran lalu lintas(disini). Di lain waktu (24/5/2009) di Bogor, oknum rombongan moge menggebrak mobil dan memukul pengemudinya akibat tidak diberikan jalan untuk lewat padahal kondisi jalanan sedang padat(disini). Itu hanya sebagian dari sekian banyak kasus arogansi pengendara moge dalam berlalu lintas. Padahal jika dilihat dari status sosialnya para pengendara moge tersebut tentunya orang - orang berpenghasilan tinggi dan jika ditilik dari latar belakang pendidikanpun tentunya para pengendara tersebut pernah mengenyam pendidikan minimal S1. Bukankah seharusnya dengan latar belakang yang demikian, mereka sepatutnya menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas dan menjadi figur yang mentaati peraturan lalu lintas yang akan dicontoh oleh para pengendara lainnya yang secara strata ekonomi dan pendidikan masih di bawah mereka (pengendara moge.red).
Dengan statusnya yang sedemikian rupa, apakah para pengendara moge tersebut dapat dengan bebas menggunakan peralatan sirine dan lampu strobo serta merasa layak didahulukan dalam berlalu lintas di jalan raya? Mari kita kembalikan kepada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Pasal 3 poin b ; Lalu lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
- Pasal 59
Ayat 1 Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirine.
Ayat 2 Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna :
a. Merah
b. Biru, dan
c. Kuning
Ayat 3 Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.
Ayat 4 Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.
Ayat 5 Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut :
- lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah ; dan
- lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol,pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.
Ayat 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat 7 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Pasal 134
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. konvoi dan/ atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Pasal 135
Ayat 1 Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
Ayat 2 Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat 3 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.
Nah, dari pasal - pasal tersebut di atas sudah jelas kan bahwasanya tujuan diselenggarakannya lalu lintas dan angkutan jalan tersebut supaya terwujud etika, hormat menghormati dan saling menghargai sesama pengguna jalan raya. Disebutkan juga bahwa penggunaan sirine dan lampu strobo diperbolehkan hanya untuk kalangan tertentu, yaitu kendaraan bermotor Kepolisian RI, kendaraan tahanan, kendaraan pengawalan TNI, pemadam kebakaran, rescue, jenazah, patroli jalan tol, pengawas sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan dan angkutan barang khusus. Termasuk pengguna jalan yang berhak untuk didahulukan, yaitu kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan untuk pertolongan lakalantas, pimpinan lembaga negara RI, tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah dan konvoi untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas kepolisian. Sehingga, semua pengguna jalan memiliki hak dan kewajiban yang sama, hanya mereka yang sesuai dengan yang di atur oleh undang - undang yang berhak mendapatkan pengecualian. Mari kita tanamkan etika berlalu lintas dari diri sendiri dan menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas.
Semoga bermanfaat.
Salam.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar