Narkotika, psikotropika
dan obat – obatan berbahaya atau biasa disingkat dengan narkoba bukanlah
sesuatu yang asing di telinga kita. Kata narkoba tersebut juga menimbulkan
perasaan ngeri ketika kita sadar betapa hebatnya ancaman dan bahaya yang
ditimbulkannya akibat dari penyalahgunaannya. Begitu hebatnya ancaman dan
bahaya yang ditimbulkan oleh narkoba, maka Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintahan Presiden Abdurahman
Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 tentang pembentukan
Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN). BKKN adalah suatu badan koordinasi
penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintahan terkait yang
diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Namun, seiring dengan meningkatnya
ancaman peredaran narkoba di wilayah Indonesia yang menyasar segala rentang
usia, maka munculah Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang pembentukan
Badan Narkotika Nasional (BNN). Dengan demikian keberadaan BKKN secara resmi
digantikan perannya oleh BNN yang mengoordinasikan 25 instansi pemerintah
terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi :
1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan
kebijakan nasional penanggulangan narkoba.
Pada tahun 2013 BNN
telah mengungkap 166 kasus tindak kejahatan narkotika dan menangkap 244
tersangka. Data BNN tersebut itu meningkat dibandingkan tahun 2012 lalu, dimana
pengungkapan kasus narkotika bertambah 41,88 %, sedangkan jumlah tersangka
bertambah 30,48 %. Angka tersebut hanya menunjukkan jumlah kasus penyalahgunaan
narkoba yang terungkap oleh BNN, sedangkan tingkat potensi penyalahgunaan
narkoba mencapai 4 juta pecandu narkoba berdasarkan hasil penelitian Profesor
Budi Utomo dari Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan BNN. Adapun zat
– zat yang termasuk dalam golongan narkoba menurut BNN adalah Cannabis
(marijuana, hashish), Opioid (heroin, opium), Cocain (powder, crack),
Amphetamine type (amphetamine, methamphetamine, ecstasy type), Sedative &
Transquilizer (barbiturate, benzodiazepine), Hallucinogens (LSD, ketamine) dan
Solvents & Inhalants.
Adapun efek yang
ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba akan menimbulkan dampak buruk dagi
pecandunya berupa dampak fisik, dampak psikologis, dampak emosional, dampak
spiritual dan retardasi.
1. Dampak
fisik berupa adaptasi biologis tubuh
terhadap penggunaan narkoba untuk jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup
ekstensif, terutama dengan obat-obatan yang tergolong dalam kelompok downers.
Bahkan tubuh dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ tubuh
menjadi ketergantungan terhadap obat-obatan itu hanya untuk bisa berfungsi
normal. Ketika kebutuhan konsumsi obat-obatan tersebut tidak terpenuhi seorang
pecandu akan mengalami apa yang dinamakan Gejala Putus Obat (GPO) yang
menimbulkan rasa sakit di tubuh. Selain ketergantungan sel-sel tubuh,
organ-organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan
otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang narkoba.
2. Dampak psikologis berupa ketergantungan
mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah sugesti. Sugesti adalah ketergantungan mental, berupa
munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini bisa
digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang pecandu
yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba, menyebabkan terjadinya 'perang'
dalam diri seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang sangat
ingin menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang
mencegahnya. Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif,
kompulsif serta tindakan impulsive. Pikiran seorang pecandu menjadi terobsesi
pada konsumsi narkoba. Narkoba adalah satu-satunya hal yang ada dalam
pikirannya. Ia akan selalu berupaya memikirkan cara yang tercepat untuk
mendapatkan uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan
dampak dari tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau
sharing needle karena perilakunya selalu impulsive Ia juga selalu berpikir dan
berperilaku kompulsif, dalam artian ia selalu mengulangi kesalahan-kesalahan
yang sama.
3. Dampak emosional berupa perubahan mood/emosi dan
perasaan pecandu narkoba secara ekstrim dan spontan. Jenis-jenis
narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis narkoba dalam kelompok uppers
seperti Shabu-shabu dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si
pengguna dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau tindakan
kekerasan. Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive
dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena pikiran yang
terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia tidak takut untuk
melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba menghalaginya
untuk menggunakan narkoba. Adiksi terhadap narkoba akan membuat seseorang
kehilangan kendali terhadap emosinya.
4. Dampak spiritual berupa terciptanya pola pikir
seorang pecandu yang menjadikan narkoba sebagai prioritas utama dalam
kehidupannya. Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa dikatakan menggantikan
posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan narkoba menjadi jauh
lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri. Ia tidak lagi memikirkan
soal makan, tertular penyakit bila bertukar jarum suntik, tertangkap polisi,
dll.
5. Retardasi sering dikaitkan dengan keterbelakangan
mental. Seperti diketahui bersama, dalam dunia adiksi,
penyakit mempengaruhi fisik, mental, emosional dan spiritual seseorang. Memang
secara fisik mungkin tidak terlalu kelihatan, tetapi ketiga aspek lainnya sudah
sangat terpengaruh. Retardasi yang dialami pecandu adalah ketidakmampuannya
berpikir dan mengambil keputusan seperti layaknya orang-orang normal seusianya.
Kedewasaan emosionalnya juga mengalami retardasi, ia tidak sedewasa orang-orang
sekitarnya (yang bukan pecandu) dalam mengendalikan emosinya.
Mengingat dampak yang
ditimbulkannya, selain dengan membentuk BNN pihak Pemerintah Republik Indonesia
berusaha memberantas peredaran narkoba di wilayah NKRI dengan cara mengeluarkan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pidana Terhadap
Penyalahgunaan Narkotika dengan mengancam hukuman minimal dua tahun penjara
sampai dengan maksimal hukuman mati bagi penanam, pengedar, produsen, pengguna
dan prekusor narkotika. Memang sangat berbahaya dampak yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan narkoba, namun pernahkah terlintas dalam benak kita bahwa
perilaku penyalahgunaan narkoba berawal dari suatu perilaku yang dalam masyarakat
kita sudah dianggap biasa, yaitu kebiasaan perilaku merokok. Meskipun
pemerintah tidak secara tegas melarang konsumsi rokok, namun ternyata bahaya
yang ditimbulkannya tidak kalah mengerikan dengan bahaya mengkonsumsi narkoba.
Menurut dr. Hakim Sorimuda, SpOG dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau,
narkoba merupakan nama kelompok besar atau familia dimana genusnya adalah
narkotika, psikotropika dan bahan adiktif. Rokok merupakan zat yang sangat
adiktif, bahkan tingkat kecanduannya mengalahkan morfin, heroin dan marijuana
atau ganja. Masih menurut dr. Hakim, berdasarkan ilmu kedokteran bahwa ada 6
tingkatan zat adiktif (kecanduan), yaitu adiksi kopi yang merupakan adiksi
paling ringan, adiksi marijuana atau ganja, adiksi alcohol, adiksi heroin,
adiksi morfin dan adiksi nikotin. Hal ini sering tidak disadari masyarakat
karena banyak yang menyangka adiksi rokok adalah adiksi yang paling ringan,
padahal justru nikotin adalah raja dari raja zat yang bikin candu. Maka tak
heran bila banyak perokok yang sangat berat untuk dapat berhenti merokok. Bila
dibandingkan dengan narkotika dan psikotropika yang juga membuat candu, nikotin
adalah satu-satunya zat adiktif yang tetap berbahaya walaupun digunakan dengan
cara pemakaian yang benar.
Menurut berbagai
penelitian, dalam sebatang rokok terkandung sekitar 4.000 bahan kimia dimana 69
diantaranya bersifat karsinogen atau bersifat memicu kanker. Asap rokok bertanggung jawab terhadap lebih dari 85%
kanker paru-paru dan berhubungan dengan kanker mulut, faring, laring,
aesofagus, lambung, pankreas, mulut, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung
kemih dan usus. Asap rokok juga dihubungkan dengan leukemia. Bagian dari aspek
karsinogenik dari asap rokok, berhubungan terhadap peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler (termasuk stroke), kematian tiba-tiba, tahanan jantung, penyakit
pembuluh perifer dan aneurisme aorta. Zat – zat beracun yang terkandung dalam
rokok adalah karbon monoksida (CO), nikotin, tar, cadmium, akrolein, amoniak,
asam format, hydrogen sianida (HCN), nitrous oxide, formaldehid, fenol, asetol,
hydrogen sulfide, paridin, metilklorida, methanol, dll.
Meskipun mengandung banyak zat beracun dan bersifat karsinogen, namun jumlah perokok aktif di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini tidak lepas dari alasan orang merokok, seperti bagian dari gaya hidup (lifestyle), kepuasan (satisfaction), merasa gagah/macho (masculine) dan keinginan untuk dapat diterima dalam komunitas. Demikian halnya bagi Pemerintah Indonesia dimana sampai saat ini menyikapi permasalahan rokok ini secara dilematis. Di satu sisi pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi kesehatan rakyatnya dari bahaya rokok, namun di sisi lainnya pendapatan Negara dari cukai dan PPN rokok menggiurkan. Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan bahwa penerimaan negara dari sektor bea dan cukai tahun lalu (2013) mencapai Rp108,45 triliun. Dari jumlah tersebut, cukai hasil tembakau dan rokok masih mendominasi dengan angka mencapai Rp103,53 triliun atau setara dengan 95.46% dari total penerimaan bea dan cukai. Padahal kita ketahui bersama bahwa adiksi nikotin dalam rokok merupakan adiksi dengan tingkatan paling berat. Dikhawatirkan kecanduan berat terhadap konsumsi rokok akan memicu seorang pecandu untuk beralih mulai dari tahap mencoba-coba mengkonsumsi narkoba sampai dengan tahap kecanduan narkoba. Adalah tugas kita bersama (pemerintah dan rakyat) untuk memutus mata rantai narkoba, dimulai dengan memutus konsumsi rokok oleh masyarakat Indonesia. Mari ciptakan hidup sehat dalam diri, keluarga dan lingkungan kita. Semoga Bermanfaat.