Jumat, 07 November 2014

Perilaku Merokok Merupakan Salah Satu Pemicu Penyalahgunaan Narkoba

Narkotika, psikotropika dan obat – obatan berbahaya atau biasa disingkat dengan narkoba bukanlah sesuatu yang asing di telinga kita. Kata narkoba tersebut juga menimbulkan perasaan ngeri ketika kita sadar betapa hebatnya ancaman dan bahaya yang ditimbulkannya akibat dari penyalahgunaannya. Begitu hebatnya ancaman dan bahaya yang ditimbulkan oleh narkoba, maka Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 tentang pembentukan Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN). BKKN adalah suatu badan koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintahan terkait yang diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Namun, seiring dengan meningkatnya ancaman peredaran narkoba di wilayah Indonesia yang menyasar segala rentang usia, maka munculah Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN). Dengan demikian keberadaan BKKN secara resmi digantikan perannya oleh BNN yang mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi : 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. 

Pada tahun 2013 BNN telah mengungkap 166 kasus tindak kejahatan narkotika dan menangkap 244 tersangka. Data BNN tersebut itu meningkat dibandingkan tahun 2012 lalu, dimana pengungkapan kasus narkotika bertambah 41,88 %, sedangkan jumlah tersangka bertambah 30,48 %. Angka tersebut hanya menunjukkan jumlah kasus penyalahgunaan narkoba yang terungkap oleh BNN, sedangkan tingkat potensi penyalahgunaan narkoba mencapai 4 juta pecandu narkoba berdasarkan hasil penelitian Profesor Budi Utomo dari Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan BNN. Adapun zat – zat yang termasuk dalam golongan narkoba menurut BNN adalah Cannabis (marijuana, hashish), Opioid (heroin, opium), Cocain (powder, crack), Amphetamine type (amphetamine, methamphetamine, ecstasy type), Sedative & Transquilizer (barbiturate, benzodiazepine), Hallucinogens (LSD, ketamine) dan Solvents & Inhalants.

Adapun efek yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba akan menimbulkan dampak buruk dagi pecandunya berupa dampak fisik, dampak psikologis, dampak emosional, dampak spiritual dan retardasi.
1.      Dampak fisik berupa adaptasi biologis tubuh terhadap penggunaan narkoba untuk jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan obat-obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Bahkan tubuh dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ tubuh menjadi ketergantungan terhadap obat-obatan itu hanya untuk bisa berfungsi normal. Ketika kebutuhan konsumsi obat-obatan tersebut tidak terpenuhi seorang pecandu akan mengalami apa yang dinamakan Gejala Putus Obat (GPO) yang menimbulkan rasa sakit di tubuh. Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang narkoba.
2.      Dampak psikologis berupa ketergantungan mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah sugesti. Sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba, menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang mencegahnya. Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif, kompulsif serta tindakan impulsive. Pikiran seorang pecandu menjadi terobsesi pada konsumsi narkoba. Narkoba adalah satu-satunya hal yang ada dalam pikirannya. Ia akan selalu berupaya memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan dampak dari tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau sharing needle karena perilakunya selalu impulsive Ia juga selalu berpikir dan berperilaku kompulsif, dalam artian ia selalu mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.
3.      Dampak emosional berupa perubahan mood/emosi dan perasaan pecandu narkoba secara ekstrim dan spontan. Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis narkoba dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si pengguna dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau tindakan kekerasan. Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia tidak takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba menghalaginya untuk menggunakan narkoba. Adiksi terhadap narkoba akan membuat seseorang kehilangan kendali terhadap emosinya.
4.      Dampak spiritual berupa terciptanya pola pikir seorang pecandu yang menjadikan narkoba sebagai prioritas utama dalam kehidupannya. Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa dikatakan menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan narkoba menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri. Ia tidak lagi memikirkan soal makan, tertular penyakit bila bertukar jarum suntik, tertangkap polisi, dll.
5.      Retardasi sering dikaitkan dengan keterbelakangan mental. Seperti diketahui bersama, dalam dunia adiksi, penyakit mempengaruhi fisik, mental, emosional dan spiritual seseorang. Memang secara fisik mungkin tidak terlalu kelihatan, tetapi ketiga aspek lainnya sudah sangat terpengaruh. Retardasi yang dialami pecandu adalah ketidakmampuannya berpikir dan mengambil keputusan seperti layaknya orang-orang normal seusianya. Kedewasaan emosionalnya juga mengalami retardasi, ia tidak sedewasa orang-orang sekitarnya (yang bukan pecandu) dalam mengendalikan emosinya.


Mengingat dampak yang ditimbulkannya, selain dengan membentuk BNN pihak Pemerintah Republik Indonesia berusaha memberantas peredaran narkoba di wilayah NKRI dengan cara mengeluarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pidana Terhadap Penyalahgunaan Narkotika dengan mengancam hukuman minimal dua tahun penjara sampai dengan maksimal hukuman mati bagi penanam, pengedar, produsen, pengguna dan prekusor narkotika. Memang sangat berbahaya dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba, namun pernahkah terlintas dalam benak kita bahwa perilaku penyalahgunaan narkoba berawal dari suatu perilaku yang dalam masyarakat kita sudah dianggap biasa, yaitu kebiasaan perilaku merokok. Meskipun pemerintah tidak secara tegas melarang konsumsi rokok, namun ternyata bahaya yang ditimbulkannya tidak kalah mengerikan dengan bahaya mengkonsumsi narkoba. Menurut dr. Hakim Sorimuda, SpOG dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, narkoba merupakan nama kelompok besar atau familia dimana genusnya adalah narkotika, psikotropika dan bahan adiktif. Rokok merupakan zat yang sangat adiktif, bahkan tingkat kecanduannya mengalahkan morfin, heroin dan marijuana atau ganja. Masih menurut dr. Hakim, berdasarkan ilmu kedokteran bahwa ada 6 tingkatan zat adiktif (kecanduan), yaitu adiksi kopi yang merupakan adiksi paling ringan, adiksi marijuana atau ganja, adiksi alcohol, adiksi heroin, adiksi morfin dan adiksi nikotin. Hal ini sering tidak disadari masyarakat karena banyak yang menyangka adiksi rokok adalah adiksi yang paling ringan, padahal justru nikotin adalah raja dari raja zat yang bikin candu. Maka tak heran bila banyak perokok yang sangat berat untuk dapat berhenti merokok. Bila dibandingkan dengan narkotika dan psikotropika yang juga membuat candu, nikotin adalah satu-satunya zat adiktif yang tetap berbahaya walaupun digunakan dengan cara pemakaian yang benar. 
Menurut berbagai penelitian, dalam sebatang rokok terkandung sekitar 4.000 bahan kimia dimana 69 diantaranya bersifat karsinogen atau bersifat memicu kanker. Asap rokok bertanggung jawab terhadap lebih dari 85% kanker paru-paru dan berhubungan dengan kanker mulut, faring, laring, aesofagus, lambung, pankreas, mulut, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung kemih dan usus. Asap rokok juga dihubungkan dengan leukemia. Bagian dari aspek karsinogenik dari asap rokok, berhubungan terhadap peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler (termasuk stroke), kematian tiba-tiba, tahanan jantung, penyakit pembuluh perifer dan aneurisme aorta. Zat – zat beracun yang terkandung dalam rokok adalah karbon monoksida (CO), nikotin, tar, cadmium, akrolein, amoniak, asam format, hydrogen sianida (HCN), nitrous oxide, formaldehid, fenol, asetol, hydrogen sulfide, paridin, metilklorida, methanol, dll.

Meskipun mengandung banyak zat beracun dan bersifat karsinogen, namun jumlah perokok aktif di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini tidak lepas dari alasan orang merokok, seperti bagian dari gaya hidup (lifestyle), kepuasan (satisfaction), merasa gagah/macho (masculine) dan keinginan untuk dapat diterima dalam komunitas. Demikian halnya bagi Pemerintah Indonesia dimana sampai saat ini menyikapi permasalahan rokok ini secara dilematis. Di satu sisi pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi kesehatan rakyatnya dari bahaya rokok, namun di sisi lainnya pendapatan Negara dari cukai dan PPN rokok menggiurkan. Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan bahwa penerimaan negara dari sektor bea dan cukai tahun lalu (2013) mencapai Rp108,45 triliun. Dari jumlah tersebut, cukai hasil tembakau dan rokok masih mendominasi dengan angka mencapai Rp103,53 triliun atau setara dengan 95.46% dari total penerimaan bea dan cukai. Padahal kita ketahui bersama bahwa adiksi nikotin dalam rokok merupakan adiksi dengan tingkatan paling berat. Dikhawatirkan kecanduan berat terhadap konsumsi rokok akan memicu seorang pecandu untuk beralih mulai dari tahap mencoba-coba mengkonsumsi narkoba sampai dengan tahap kecanduan narkoba. Adalah tugas kita bersama (pemerintah dan rakyat) untuk memutus mata rantai narkoba, dimulai dengan memutus konsumsi rokok oleh masyarakat Indonesia. Mari ciptakan hidup sehat dalam diri, keluarga dan lingkungan kita. Semoga Bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar